Alasan Keyboard Pakai Susunan Huruf QWERTY

Alasan Keyboard Pakai Susunan Huruf QWERTY

Blog Single

Papan ketik alias keyboard adalah sarana input yang sudah menjadi bagian dari penggunaan gadget sehari-hari.

Semua keyboard, baik yang ditampilkan di layar smartphone ataupun berupa perangkat keras di komputer, menggunakan susunan (layout) huruf yang dijuluki sebagai " QWERTY".

Disebut demikian karena huruf "Q", "W", "E", "R", "T", dan "Y" adalah deretan huruf pertama, paling kiri atas, dari susunan keyboard tersebut.

Kenapa tidak mengikuti urutan huruf standar alfabet seperti "ABCDEF"? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita perlu kembali ke masa lalu, ke masa-masa awal penggunaan tombol huruf di mesin ketik manual.

Berawal dari mesin tik

Susunan huruf di mesin tik awalnya berurutan sesuai dengan alfabet. Namun, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari The Conversation, Senin (25/1/2021) ini kerap menimbulkan masalah mesin tik macet karena operatornya mengetik terlalu cepat.

Ketika dua tuts di mesin dipencet secara bersamaan dalam waktu hampir bersamaan, bagian hammer alias batang yang berfungsi sebagai pencetak huruf di kertas bisa saling bertumpuk sehingga tak bisa bergerak.

Kendala mesin tik macet karena operatornya mengetik terlalu cepat ini kemudian mendorong Christopher Sholes, et al., bereksperimen selama bertahun-tahun demi mencari solusi yang tepat.

Sekitar tahun 1860-an, Sholes dan kawan-kawannya mengajukan sebuah paten yang mendeskripsikan bagaimana tuts bersusunan "QWERTY" bisa mengurangi kerusakan mesin tik, namun tanpa mengurangi efisiensi pengetikan.

Paten yang bertajuk "Sholes & Glidden Type Writer" tersebut didaftarkan ke kantor paten Amerika Serikat (USPTO) dan disetujui pada 23 Juni 1868.

Awalnya QWE.TY Sebelum dijadikan paten, susunan yang dirancang Sholes sebenarnya adalah "QWE.TY", di mana huruf "R" masih diisi dengan karakter titik (.). Namun, sebelum mendaftarkan patennya, dua mengganti titik dengan huruf "R" sehingga menjadi QWERTY.

Belum diketahui apa alasan Sholes melakukan itu. Namun, keputusannya mengganti karakter disinyalir berhubungan dengan teori "Biagram Frequency".

Artikel ini telah tayang diĀ Kompas.com
Penulis : Bill Clinten
Editor : Oik Yusuf

Related Posts: